Mitigasi Bencana dalam APBN 2019








Sumber: https://www.alinea.id/infografis/mitigasi-yang-amburadul-b1U7i9enV

Dalam Nota Keuangan tahun 2019, pada BAB ke 4 : Kebijakan dan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat RAPBN dipaparkan mengenai Reformasi Kebijakan Pembiayaan Dan Asuransi Risiko Bencana (Disaster Risk Financing And Insurance). Reformasi ini dilatar belakangi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh bencana. Nilai kerugian ekonomi akibat bencana besar tercatat sangatlah tinggi. Sebagai contoh, gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Nias pada tahun 2004 menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp41,4 triliun. Namun, World Bank mengestimasi nilai kerugian tersebut hanya menggambarkan 60 persen dari nilai kerugian sesungguhnya.

Dalam pembiayaan dalam rangka mitigasi, anggaran yang dialokasian lebih banyak berfokus pada penanganan pasca bencana dan ini bukan merupakan solusi jangka panjang. Di sisi lain, APBN memiliki keterbatasan dalam pendanaan bencana. Selama 12 tahun terakhir, alokasi APBN untuk Dana Cadangan Bencana sekitar Rp4,0 triliun per tahunnya. Namun, di masa tidak terjadi bencana katastropik (besar dan tiba-tiba), dana cadangan bencana belum termanfaatkan secara optimal.

Bencana alam berpotensi memberikan tekanan pada kesinambungan APBN. Untuk itu, perlu dikembangkan berbagai macam alternatif pembiayaan risiko bencana dan juga transfer risiko bencana, baik dari segi sumber maupun pola pengalokasiannya. Dengan mempertimbangkan naiknya probabilitas kejadian bencana, meningkatnya nilai kerusakan dan kerugian akibat bencana dan perubahan iklim serta laju urbanisasi yang cepat, Pemerintah saat ini masih mengkaji kemungkinan meningkatkan keragaman dalam pilihan-pilihan pembiayaan risiko bencana termasuk melalui asuransi bencana, pinjaman siaga bencana, dan pooling fund. Menurut terminologi dalam United Nations Economic and Social Council, Disaster risk transfer mechanisms: issues and considerations for the Asia-Pacific region, transfer resiko atau risk transfer adalah:

the process of formally or informally shifting the financial consequences of risks from one party to another. Insurance, for example, is a well-known form of risk transfer,
where coverage of a risk is obtained from an insurer in exchange for ongoing premiumspaid to the insurer to cope with losses after major disasters.”

Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa komponen dari transfer risiko bencana adalah asuransi yang merupakan layanan yang dapat menutup kerugian akibat dari bencana yang didapat dari penyedia asuransi sebagai hasil dari pembayaran premi tiap waktu tertentu untuk mengatasi kerugian setelah bencana. Dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagaimana dikutip dari sindonews.com menyatakan bahwa dalam tahun anggaran 2019 pemerintah akan mulai mengasuransikan gedung-gedung pemerintahan sebagai langkah awal dalam menerapkan risk transfer sebagai salah satu metode untuk mitigasi bencana.

Pooling fund adalah dana abadi bencana alam yang dapat menjadi sumber dana untuk membiayai segala kerugian atas terjadinya becana alam. Pooling Fund nantinya bisa diakses pemerintah-pemerintah daerah dengan anggaran dari pemerintah pusat yang dikumpulkan dan ditata kelola menyangkut masalah bencana. Menteri keuangan menyatakan bahwa hal ini akan menjadi langkah awal untuk menciptakan dana katastrofik yang nantinya bisa diakses oleh pemerintah daerah, meski demikian beliau juga menambahkan bahwa sistem pendanaan ini memiliki tingkat risiko yang sangat intense dan saat ini pemerintah masih mendalami bagaimana cara mendesain pendanaan untuk mengurangi risiko tersebut sebagaimana dikutip dari validnews.id.

Berbagai kebijakan pemerintah dalam mitigasi bencana ini tidak dapat dijalankan sendiri, melainkan harus dijalankan bersama oleh semua pihak termasuk seluruh masyarakat Indonesia. Sebagai masyarakat yang cerdas dan peka kita seharusnya mendukung berbagai kebijakan pemerintah yang bersifat positif dan membawa perubahan yang baik dimulai dengan cara-cara sederhana yaitu  salah satunya dengan tidak ikut menyebarkan berita bohong/hoax yang dapat menyesatkan dan menganggu jalannya pemerintahan, namun dengan tetap mengkritisi setiap kebijakan pemerintah dengan rasional dan profesional.

Komentar

Posting Komentar